KH. Ma'ruf Khozin: Balada Khotib Perkotaan
Begitu ke kota suasana berbeda. Senior saya yang pertama mengajak Khutbah adalah Ust Amin Tohir. Saat itu saya menolak karena merasa belum pantas. Ust Amin mengatakan: "Kalau sampeyan yang alumni pondok tidak mau Khutbah, nanti mimbar masjid akan diisi oleh orang-orang yang bukan santri. Mudaratnya lebih parah". Sejak saat itu saya belajar Khutbah.
Ternyata para Khotib memiliki asesoris. Jas dan surban. Saya masih ingat untuk membeli jas di Ramayana belum mampu. Akhirnya beli di pasar Gembong.
Bukan tanpa alasan. Syekh Abdurrauf Al-Munawi menjelaskan:
ﻳﺴﻦ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﻳﻮﻡ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﺃﻥ ﻳﺰﻳﺪ ﻓﻲ ﺣﺴﻦ اﻟﻬﻴﺌﺔ ﻭاﻟﻠﺒﺎﺱ ﻭﻳﺘﻌﻤﻢ ﻭﻳﺮﺗﺪﻱ
Dianjurkan bagi Imam Jumat untuk menambah penampilan yang indah, pakaian, surban dan selendang (Faidh Al-Qadir, 5/174)
Di halaman yang sama beliau memberi alasan:
ﻓﺈﻥ ﺃﻋﻴﻦ اﻟﻌﻮاﻡ ﺗﻤﺘﺪ ﺇﻟﻰ اﻟﻈﺎﻫﺮ ﺩﻭﻥ اﻟﺴﺮاﺋﺮ
"Sebab orang awam hanya melihat tampilan zahir, bukan keilmuannya"
Uraian ulama di atas berdasarkan hadis:
ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺑﺮﺩ ﻳﻠﺒﺴﻪ ﻓﻲ اﻟﻌﻴﺪﻳﻦ ﻭاﻟﺠﻤﻌﺔ
Nabi shalallahu alaihi wa sallam memiliki kain bergaris yang beliau gunakan saat 2 hari raya dan Jumat (HR Baihaqi dari Jabir)
Warnanya kok merah? Hehehehe kebetulan saja ada Takmir Masjid ngantar sarung berwarna merah, jadi saya sesuaikan surban warna merah maron. Lha kok pas ada hadisnya:
ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻗﺎﻝ: «ﻛﺎﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻳﻠﺒﺲ ﻳﻮﻡ اﻟﻌﻴﺪ ﺑﺮﺩﺓ ﺣﻤﺮاء» ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻷﻭﺳﻂ ﻭﺭﺟﺎﻟﻪ ﺛﻘﺎﺕ
Ibnu Abbas: Nabi memakai kain bergaris di hari raya berwarna merah (HR Thabrani)
Surbannya kok tidak dililitkan di kepala? Hhhmn dulu kami pernah membahas di Bahtsul Masail, dengan cara diletakkan di pundak pun sudah mendapatkan kesunahan. Tapi lupa di mana penjelasannya (kitab menyusul).
Selain itu, kalau surban saya ikat di kepala jadinya kayak ikon gambar Sarimi.
Sumber: FB (KH) Ma'ruf Khozin
Post a Comment for "KH. Ma'ruf Khozin: Balada Khotib Perkotaan"
Silahkan Berkomentar dengan Sopan